Tantangan Serius Dalam Ekosistem Pengadaan
Sektor Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) memegang peranan fundamental dalam pembangunan nasional dan pelayanan publik. Sebagai bagian integral dari tata kelola pemerintahan yang baik, transparansi dan akuntabilitas dalam PBJP bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Prinsip-prinsip ini memastikan bahwa setiap penggunaan dana publik dapat diawasi, dievaluasi, dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) senantiasa berkomitmen untuk mendorong keterbukaan informasi di sektor PBJP, sebagai wujud nyata dari amanat Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam upaya berkelanjutan untuk meningkatkan pengelolaan informasi publik, LKPP menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang berfokus pada penyusunan Daftar Informasi Publik (DIP) dan uji konsekuensi Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) di sektor PBJP pada Selasa, 29 Juli 2025.
Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) menyambut baik inisiatif LKPP dan merasa terpanggil untuk memberikan masukan strategis. IAPI bertekad untuk memberikan perspektif yang berimbang dan konstruktif dengan menguraikan pentingnya keseimbangan antara keterbukaan informasi dan kepastian hukum dalam PBJP. Lebih lanjut, IAPI pun telah mengidentifikasi area-area krusial untuk optimalisasi DIP dan DIK PBJP, dengan mempertimbangkan praktik terbaik internasional sekaligus merumuskan strategi mitigasi risiko kriminalisasi yang tidak berdasar, demi terwujudnya ekosistem pengadaan yang lebih konstruktif dan berkelanjutan.
Mewakili IAPI, Blessmiyanda, Ketua DPD IAPI DKI Jakarta, menyatakan bahwa sikap IAPI didasarkan pada kondisi ekosistem pengadaan di Indonesia yang tengah menghadapi tantangan serius. Pelaku pengadaan, baik dari unsur pemerintah maupun penyedia, kerap kali dihadapkan pada fenomena kriminalisasi. Keputusan-keputusan dalam tahapan perencanaan, persiapan, pemilihan penyedia, hingga pelaksanaan kontrak, yang seharusnya masuk dalam ranah administrasi pemerintah, seringkali dengan mudah diseret ke ranah pidana.
Hal ini sering terjadi bahkan tanpa adanya bukti awal yang kuat mengenai niat jahat (mens rea) seperti gratifikasi, suap, praktik fiktif, under-spesifikasi, atau pemalsuan. Lebih lanjut, permintaan terhadap seluruh dokumen pengadaan oleh berbagai lapisan masyarakat, meskipun dilandasi oleh semangat transparansi, dapat berujung pada interpretasi yang keliru dan berpotensi memicu tuduhan pidana, padahal proses pengadaan telah berbasis pada tugas dan kewenangan yang ditetapkan.
Situasi ini dapat menciptakan iklim ketidakpastian hukum dan rasa khawatir yang pada akhirnya berpotensi mengurangi minat pelaku usaha untuk berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah, sehingga menghambat pembangunan dan pelayanan publik.
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, yang selanjutnya disebut Perki SLIP, merupakan pedoman utama bagi setiap Badan Publik dalam mengelola dan melayani informasi kepada masyarakat. Perki ini hadir untuk mengoptimalkan layanan informasi publik dan menggantikan peraturan sebelumnya yang dinilai memiliki sejumlah kelemahan, baik dari aspek materiil maupun formil.
Perki SLIP menguraikan secara rinci berbagai aspek layanan informasi publik, termasuk klasifikasi informasi, mekanisme permohonan, hingga penyelesaian sengketa informasi. Perki SLIP mengategorikan informasi publik yang wajib dibuka menjadi tiga jenis utama, yaitu:
- Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala: Ini mencakup informasi rutin yang harus dipublikasikan oleh Badan Publik, seperti profil organisasi, ringkasan program dan kegiatan, ringkasan kinerja, laporan keuangan yang telah diaudit, laporan akses informasi publik, peraturan dan kebijakan yang mengikat, prosedur memperoleh informasi, tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang, informasi pengadaan barang dan jasa, serta informasi ketenagakerjaan. Pengumuman informasi ini dilakukan paling sedikit enam bulan sekali.
- Informasi yang Wajib Diumumkan Secara Serta Merta: Kategori ini mencakup informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, seperti informasi bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, persebaran penyakit menular, racun pada bahan makanan, atau rencana gangguan terhadap utilitas publik. Badan Publik wajib mengumumkan informasi ini tanpa penundaan.
- Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat: Jenis informasi ini harus dapat diakses kapan pun oleh publik atas permintaan, seperti Daftar Informasi Publik itu sendiri, informasi tentang peraturan, keputusan, kebijakan Badan Publik, struktur organisasi, administrasi, kepegawaian, keuangan, surat perjanjian dengan pihak ketiga, data perbendaharaan/inventaris, rencana strategis, agenda kerja pimpinan, hingga hasil penelitian
Perki SLIP juga secara tegas mengatur informasi yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, yang disebut sebagai Informasi yang Dikecualikan. Informasi yang dikecualikan ini bersifat ketat dan terbatas. Kategori informasi yang dikecualikan meliputi informasi yang dapat membahayakan negara, berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan tidak sehat, berkaitan dengan hak pribadi, rahasia jabatan, informasi yang belum dikuasai atau didokumentasikan, dan/atau informasi yang dikecualikan berdasarkan ketentuan undang-undang lain.
Penting untuk dicatat bahwa informasi yang dikecualikan berdasarkan undang-undang dapat mencakup yang menghambat penegakan hukum, mengganggu hak kekayaan intelektual, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi atau wasiat, mengungkapkan rahasia pribadi, serta memorandum atau surat antar/intra Badan Publik yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.
Sebelum menyatakan suatu Informasi Publik sebagai informasi yang dikecualikan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) wajib melakukan pengujian konsekuensi. Pengujian ini dapat dilakukan sebelum adanya permintaan informasi, pada saat ada permintaan, atau atas perintah Majelis Komisioner Komisi Informasi saat penyelesaian sengketa.
Tahapan pengujian konsekuensi meliputi identifikasi dokumen, pencatatan informasi yang akan dikecualikan, analisis undang-undang dasar pengecualian, serta analisis dan pertimbangan konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi dibuka, berdasarkan kepatutan, kesusilaan, dan kepentingan umum. Hasil pengujian ini kemudian ditetapkan dalam bentuk Penetapan tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan.
Perki SLIP juga menetapkan jangka waktu pengecualian yang berbeda-beda untuk setiap jenis informasi yang dikecualikan. Misalnya, informasi yang menghambat proses penegakan hukum ditetapkan paling lama 30 tahun, kecuali telah dibuka di sidang pengadilan terbuka. Informasi yang mengganggu hak kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, informasi yang membahayakan pertahanan/keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam, merugikan ketahanan ekonomi nasional, atau merugikan hubungan luar negeri ditetapkan selama jangka waktu yang dibutuhkan. Setelah jangka waktu pengecualian habis, PPID harus menetapkan informasi tersebut menjadi Informasi Publik, dan jika PPID tidak melakukan penetapan, informasi secara otomatis menjadi informasi publik.
Keputusan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) LKPP Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penetapan Daftar Informasi Publik Dokumen PBJP
Sebagai wujud implementasi dari Perki SLIP di lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, LKPP telah menetapkan Keputusan PPID LKPP Nomor 3 Tahun 2021. Keputusan ini secara khusus mengatur Daftar Informasi Publik (DIP) untuk dokumen PBJP di lingkungan LKPP. Penetapan DIP ini menjadi panduan bagi PPID LKPP dan setiap Unit Organisasi di lingkungan LKPP dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik terkait pengadaan.
- Ringkasan Informasi Publik yang wajib disediakan (berkala, serta merta, setiap saat). Keputusan ini mengklasifikasikan informasi PBJP yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, serta merta, dan setiap saat. Informasi yang diatur dalam keputusan ini mencakup seluruh siklus pengadaan.
- Contoh Dokumen yang Termasuk DIP (misalnya Rencana Umum Pengadaan/RUP, ringkasan kontrak, Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa/SPPBJ). Dalam lampirannya, Keputusan PPID LKPP Nomor 3 Tahun 2021 merinci berbagai dokumen pengadaan yang masuk dalam kategori Informasi Publik. Beberapa contoh penting meliputi:
- Tahap Perencanaan: Rencana Umum Pengadaan (RUP), yang tersedia secara softcopy melalui website sirup.lkpp.go.id dan dapat diekspor serta diunduh oleh pemilik data.
- Tahap Pemilihan: Kerangka Acuan Kerja (KAK), Spesifikasi Teknis, Rancangan Kontrak, Dokumen Persyaratan Penyedia/Lembar Data Kualifikasi, Dokumen Persyaratan Proses Pemilihan/Lembar Data Pemilihan, Daftar Kuantitas dan Harga, Jadwal dan Lokasi Pekerjaan, Gambar Rancangan Pekerjaan, Dokumen Studi Kelayakan dan Lingkungan Hidup, Dokumen Penawaran Administratif, Surat Penawaran Penyedia, Sertifikat/Lisensi (yang tidak mengandung informasi dikecualikan), Berita Acara Pemberian Penjelasan, Berita Acara Pengumuman Negosiasi, Jawaban Sanggah, Jawaban Sanggah Banding, Berita Acara Penetapan/Pengumuman Penyedia, Laporan Hasil Pemilihan Penyedia, Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), Surat Perjanjian Kemitraan (yang tidak mengandung informasi dikecualikan), Surat Perjanjian Swakelola (yang tidak mengandung informasi dikecualikan), Surat Penugasan/Pembentukan Tim Swakelola, dan Nota Kesepahaman/MoU (yang tidak mengandung informasi dikecualikan). Sebagian besar dokumen ini menjadi terbuka setelah proses pemilihan selesai.
- Tahap Pelaksanaan: Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani beserta perubahannya (yang tidak mengandung informasi dikecualikan), Ringkasan Kontrak, Surat Perintah Mulai Kerja, Surat Jaminan Pelaksanaan, Surat Jaminan Uang Muka, Surat Jaminan Pemeliharaan, Surat Pesanan E-Purchasing, Laporan Pelaksanaan Pekerjaan, Laporan Penyelesaian Pekerjaan, Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan, Berita Acara Serah Terima Sementara/Provisional Hand Over, dan Berita Acara Serah Terima Akhir/Final Hand Over. Sebagian besar informasi ini menjadi terbuka setelah proses pelaksanaan kegiatan selesai.
Keputusan PPID LKPP Nomor 4 Tahun 2021 tentang Klasifikasi Informasi Publik yang Dikecualikan Dokumen PBJP
Di sisi lain, untuk menjaga keseimbangan antara keterbukaan dan perlindungan informasi sensitif, LKPP juga menerbitkan Keputusan PPID LKPP Nomor 4 Tahun 2021 yang secara khusus menetapkan klasifikasi informasi publik yang dikecualikan dalam dokumen PBJP. Keputusan ini juga berlandaskan pada prinsip bahwa informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
- Dasar Hukum Pengecualian (Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Lainnya). Dasar hukum utama pengecualian informasi dalam keputusan ini adalah Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu, peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga menjadi acuan.
- Daftar Informasi yang Dikecualikan pada Tahap Perencanaan, Pemilihan, dan Pelaksanaan Kontrak. Keputusan ini merinci daftar materi atau informasi yang dikecualikan pada setiap tahapan pengadaan:
- Secara Umum: Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menurut sifatnya dirahasiakan dapat dikecualikan.
- Tahap Pemilihan: Meliputi Rincian Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Spesifikasi Teknis, Rancangan Kontrak, Dokumen Persyaratan Proses Pemilihan, Daftar Kuantitas dan Harga, Gambar Rancangan Pekerjaan, Dokumen Studi Kelayakan dan Lingkungan Hidup, Dokumen Penawaran Penyedia (termasuk Surat Penawaran, Penawaran Teknis, Penawaran Harga, Rincian Harga Penawaran, Isian Kualifikasi), Sertifikat atau Lisensi yang masih berlaku dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Berita Acara Pemberian Penjelasan, Berita Acara Pengumuman Negosiasi, Jawaban Sanggah, Jawaban Sanggah Banding, Berita Acara Penetapan atau Pengumuman Penyedia, Laporan Hasil Pemilihan Penyedia, dan Kertas Kerja Evaluasi (administrasi, teknis, harga, dan kualifikasi). Informasi ini dikecualikan karena dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat.
- Tahap Pelaksanaan: Mencakup Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani beserta perubahan kontrak yang mengandung informasi yang dikecualikan, Surat Tagihan, Surat Perintah Membayar, Surat Perintah Pencairan Dana, Laporan Pelaksanaan Pekerjaan (yang memuat hasil Analisis Jasa Konsultansi), Laporan Penyelesaian Pekerjaan (yang memuat hasil Analisis Jasa Konsultansi), Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan, Berita Acara Serah Terima Sementara/Provisional Hand Over, dan Berita Acara Serah Terima Akhir/Final Hand Over. Pengecualian ini juga didasarkan pada potensi gangguan terhadap hak kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat, serta rahasia pribadi dan hak cipta.
- Jangka Waktu Pengecualian Spesifik untuk Dokumen PBJP. Jangka waktu pengecualian bervariasi tergantung jenis informasinya:
- Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menurut sifatnya dirahasiakan dikecualikan selama 30 tahun.
- Untuk banyak dokumen pada tahap pemilihan (seperti KAK, HPS, Spesifikasi Teknis, Rancangan Kontrak, Daftar Kuantitas dan Harga, Gambar Rancangan Pekerjaan, Dokumen Studi Kelayakan), pengecualian berlaku selama proses pemilihan berlangsung.
- Dokumen Penawaran Penyedia memiliki jangka waktu pengecualian yang lebih spesifik: Penawaran Teknis dan Rincian Harga Penawaran selama 10 tahun, sementara Penawaran Harga dan Isian Kualifikasi dikecualikan selama proses pemilihan berlangsung.
- Laporan Pelaksanaan dan Penyelesaian Pekerjaan yang memuat hasil Analisis Jasa Konsultansi dapat dikecualikan selama 70 tahun.
- Beberapa Berita Acara pada tahap pelaksanaan dikecualikan sampai serah terima akhir pekerjaan.
Kerangka regulasi dan implementasi ini menjadi fondasi bagi upaya LKPP dalam menciptakan transparansi pengadaan. Namun, seperti yang akan dibahas lebih lanjut, tetap ada ruang untuk optimalisasi, terutama dalam menyeimbangkan kebutuhan akan keterbukaan dengan kepastian hukum dan perlindungan terhadap risiko kriminalisasi yang tidak berdasar.
Analisis Kritis IAPI
Meskipun kerangka regulasi dan implementasi keterbukaan informasi dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) telah ada, analisis mendalam menunjukkan bahwa terdapat ruang signifikan untuk optimalisasi. Optimalisasi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan transparansi semata, tetapi juga untuk menciptakan kepastian hukum yang lebih baik bagi para pelaku pengadaan dan menjaga iklim investasi yang kondusif.
Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) meyakini bahwa transparansi yang cerdas adalah kunci untuk mencapai tujuan ini, yaitu membuka informasi yang memang dibutuhkan publik untuk pengawasan tanpa secara tidak proporsional meningkatkan risiko kriminalisasi.
A. Perbaikan Definisi dan Batasan Informasi yang Dikecualikan (Minimasi Kriminalisasi)
Evaluasi terhadap Keputusan PPID LKPP Nomor 4 Tahun 2021 menunjukkan adanya beberapa area yang berpotensi menimbulkan ambiguitas atau interpretasi ganda, yang pada gilirannya dapat memicu unwarranted criminalization atau mempersulit proses pengadaan.
Frasa seperti “menurut sifatnya dirahasiakan” atau “selama proses pemilihan berlangsung” seringkali tidak memiliki batasan yang tegas, sehingga membuka celah bagi penafsiran yang beragam oleh berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum. Ketidakjelasan ini bisa berdampak pada keraguan pejabat pengadaan dalam mengambil keputusan atau penyedia dalam berpartisipasi.
- Kritik terhadap Ambiguasi Frasa dan Potensi Misinterpretasi: Kritik utama tertuju pada kurangnya presisi dalam mendefinisikan batas waktu dan jenis informasi yang dikecualikan. Misalnya, konsep “selama proses pemilihan berlangsung” bisa menjadi abu-abu, apakah berakhir pada penetapan pemenang, masa sanggah berakhir, atau penandatanganan kontrak. Jika tidak jelas, bisa ada perbedaan pandangan kapan suatu informasi dapat atau harus dibuka, yang berpotensi menimbulkan sengketa atau, yang lebih mengkhawatirkan, tuduhan pidana atas dasar penafsiran yang berbeda. Begitu pula dengan informasi yang “menurut sifatnya dirahasiakan”, tanpa kriteria yang jelas, dapat disalahgunakan untuk menahan informasi yang sebenarnya tidak sensitif.
- Usulan Perbaikan untuk Transparansi Cerdas dan Minimasi Kriminalisasi: IAPI mengusulkan beberapa perbaikan mendasar untuk mengatasi kritik di atas:
- Perjelas Akhir “Proses Pemilihan Berlangsung”: Penting untuk secara konkret mendefinisikan momen berakhirnya periode pengecualian untuk setiap jenis dokumen yang relevan. Misalnya, dapat ditegaskan bahwa periode pengecualian berakhir saat penandatanganan Surat Perjanjian/Kontrak atau setelah seluruh proses sanggah dan sanggah banding selesai dan tidak ada lagi upaya hukum lanjutan. Ini akan memberikan kepastian yang sangat dibutuhkan oleh semua pihak, terutama untuk dokumen-dokumen seperti Kerangka Acuan Kerja (KAK), Spesifikasi Teknis , Rancangan Kontrak , Daftar Kuantitas dan Harga , Gambar Rancangan Pekerjaan , dan Dokumen Studi Kelayakan dan Dokumen Lingkungan Hidup.
- Standardisasi Jangka Waktu Pengecualian: Harmonisasi dan klarifikasi jangka waktu pengecualian yang bervariasi (10 , 30 , 70 tahun ) dalam konteks PBJP mutlak diperlukan. Perlu ada penjelasan yang rinci mengapa suatu dokumen seperti Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani beserta perubahan kontrak yang mengandung informasi yang dikecualikan dikecualikan selama 30 tahun, dan Laporan Pelaksanaan Pekerjaan (yang memuat hasil Analisis Jasa Konsultansi) atau Laporan Penyelesaian Pekerjaan (yang memuat hasil Analisis Jasa Konsultansi) dikecualikan selama 70 tahun. Justifikasi ini harus sejalan dengan perlindungan hak cipta atau persaingan usaha tidak sehat. Konsistensi dan rasionalisasi ini akan meningkatkan pemahaman dan mengurangi ruang untuk spekulasi negatif.
- Pembatasan Detail HPS yang Dikecualikan: Rincian Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah informasi yang sangat sensitif karena berkaitan dengan estimasi biaya pemerintah dan dapat mempengaruhi perilaku penawaran. IAPI mengusulkan bahwa HPS pada level agregat atau per komponen utama dapat dipublikasikan setelah proses pemilihan selesai. Namun, rincian analisis harga satuan yang sangat detail dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yang dapat mengungkap strategi penetapan harga internal atau formula perhitungan, sebaiknya tidak dipublikasikan secara terbuka. Informasi ini rentan disalahpahami oleh masyarakat umum sebagai “mark-up” atau “kerugian negara” jika ada perbedaan dengan realisasi, padahal mungkin ada justifikasi teknis atau dinamis yang tidak mudah dipahami tanpa konteks penuh, sehingga berpotensi memicu kriminalisasi yang tidak adil.
- Kertas Kerja Evaluasi (Internal): Kertas Kerja Evaluasi (administrasi, teknis, harga, kualifikasi) merupakan catatan internal proses penilaian yang kompleks, seringkali memuat diskusi tim, penilaian subjektif berdasarkan kriteria yang luas, dan perbandingan detail antara penawaran. Publikasi detail internal semacam ini dapat membuat evaluator ragu dalam memberikan penilaian yang jujur dan komprehensif, serta menjadi sasaran empuk bagi pihak-pihak yang mencari “kesalahan” prosedural semata untuk tujuan kriminalisasi. Oleh karena itu, IAPI mengusulkan agar kertas kerja evaluasi internal ini tetap dikecualikan. Sebagai gantinya, transparansi dapat dicapai dengan mempublikasikan Laporan Hasil Pemilihan Penyedia atau Berita Acara Penetapan atau Pengumuman Penyedia yang ringkas, objektif, dan menjelaskan secara jelas dasar penetapan pemenang, tanpa mengungkap detail proprietary dari peserta lain atau proses internal yang rentan disalahpahami.
- Dokumen Kontrak Penuh dengan Redaksi Proporsional: Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani, beserta perubahannya, harusnya bersifat terbuka sebagai bukti komitmen pemerintah dan penggunaan dana publik. Kritik kami menyoroti jangka waktu pengecualian hingga 30 tahun untuk dokumen kontrak yang “mengandung informasi yang dikecualikan”. Ini terlalu lama dan tidak proporsional. IAPI mengusulkan agar dokumen kontrak penuh wajib dibuka, namun jika terdapat informasi yang memang secara sah dikecualikan (misalnya, rahasia dagang yang sangat spesifik dari penyedia, data pribadi yang sensitif seperti rincian rekening bank pada Surat Tagihan atau Surat Perintah Membayar, atau informasi keamanan nasional), maka bagian tersebut harus di-redact (dihitamkan) secara proporsional. Ini memungkinkan publik untuk tetap mengakses substansi kontrak tanpa melanggar ketentuan pengecualian yang sah.
B. Penambahan Informasi ke dalam DIP (Transparansi Konstruktif)
Untuk membangun ekosistem pengadaan yang lebih sehat dan akuntabel, terdapat beberapa jenis informasi yang belum secara eksplisit ada dalam Daftar Informasi Publik, namun sangat strategis untuk dibuka. Pembukaan informasi ini akan memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai tata kelola pengadaan dan meningkatkan kepercayaan publik tanpa meningkatkan risiko kriminalisasi yang tidak perlu.
- Laporan Hasil Pengawasan Internal (APIP/Inspektorat) yang Telah Final: Publikasi ringkasan hasil audit atau pengawasan internal dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat yang telah final dan tidak lagi dalam tahap investigasi atau berpotensi menghambat penegakan hukum di masa depan. Ringkasan ini dapat menunjukkan temuan-temuan umum dan rekomendasi perbaikan, serta tindak lanjutnya. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap perbaikan internal dan akuntabilitas proaktif.
- Analisis Pasar dan Survei Harga dalam Perencanaan Pengadaan: Proses perencanaan pengadaan yang matang melibatkan analisis pasar dan survei harga untuk membentuk Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang wajar dan akuntabel. Publikasi ringkasan metodologi analisis pasar dan hasil survei harga umum (dengan redaksi sumber informasi komersial yang sangat sensitif atau rahasia dagang penyedia) akan meningkatkan transparansi dalam penetapan nilai pengadaan. Ini menunjukkan bahwa HPS dibentuk berdasarkan data yang valid dan mengurangi potensi tuduhan “penggelembungan harga” yang tidak berdasar.
- Ringkasan Hasil Evaluasi Kinerja Kontrak Penyedia: Setelah pelaksanaan kontrak selesai, evaluasi kinerja penyedia seringkali dilakukan secara internal. Mempublikasikan ringkasan hasil evaluasi kinerja kontrak, seperti apakah pekerjaan selesai tepat waktu, sesuai spesifikasi, atau adanya denda/penalti (tanpa mengungkap detail operasional atau rahasia dagang yang sensitif), akan menjadi umpan balik berharga bagi pasar dan mendorong penyedia untuk berkinerja lebih baik. Ini juga meningkatkan akuntabilitas pada tahap pasca-kontrak.
- Pedoman atau Panduan Internal Pengadaan (Non-Rahasia Jabatan): Selain peraturan formal, seringkali terdapat pedoman atau Prosedur Operasional Standar (SOP) internal yang digunakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) atau Pejabat Pengadaan. Jika pedoman ini tidak bersifat rahasia jabatan atau strategis, mempublikasikannya akan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pelaku usaha dan masyarakat tentang bagaimana proses pengadaan dijalankan secara operasional. Hal ini dapat mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan konsistensi.
- Indikator Kinerja Utama (KPI) Pengadaan: Data makro mengenai kinerja sistem pengadaan, seperti rata-rata waktu proses tender, jumlah tender yang menghasilkan satu penawaran (indikator persaingan), tingkat keberatan yang diterima dan diselesaikan, atau perkiraan penghematan dari efisiensi pengadaan. Publikasi KPI ini akan memberikan gambaran komprehensif tentang efisiensi dan efektivitas sistem PBJP secara keseluruhan, tanpa mengungkap detail transaksi spesifik yang rentan kriminalisasi.
- Peta Jalan (Roadmap) Reformasi Pengadaan: Transparansi juga berarti memberikan visi ke depan. Mempublikasikan peta jalan atau rencana strategis LKPP terkait reformasi PBJP akan menunjukkan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan. Ini memberikan gambaran kepada seluruh pemangku kepentingan mengenai arah pengembangan sistem pengadaan di masa mendatang.
- Kebijakan dan Mekanisme Anti-Korupsi dalam PBJP: Sebuah sistem pengadaan yang transparan juga harus menjunjung tinggi integritas. Mempublikasikan kebijakan anti-korupsi yang spesifik untuk PBJP, termasuk kode etik bagi pelaku pengadaan, keberadaan dan cara kerja sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system), serta kebijakan perlindungan bagi pelapor, akan meningkatkan kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen kuat terhadap tata kelola yang bersih. Ini melengkapi transparansi dokumen dengan transparansi sistem integritas.
- Daftar Sanksi/Daftar Hitam Penyedia (Blacklist) Beserta Alasannya: Informasi mengenai penyedia yang dikenakan sanksi atau masuk daftar hitam harus lebih transparan. Meskipun daftar hitam mungkin sudah tersedia di portal tertentu, IAPI mengusulkan informasi yang lebih jelas mengenai alasan utama dimasukkannya penyedia ke dalam daftar tersebut, dengan menjaga informasi yang bersifat rahasia hukum atau investigasi yang belum final. Transparansi ini penting untuk akuntabilitas penyedia, melindungi Badan Publik dari penyedia bermasalah, dan memberikan pelajaran bagi pelaku usaha lain.
C. Pemanfaatan Teknologi dan Data Terbuka untuk Transparansi yang Lebih Baik
Di era digital ini, teknologi memainkan peran krusial dalam mewujudkan transparansi yang efektif dan efisien. Pemanfaatan teknologi tidak hanya mempercepat penyebaran informasi, tetapi juga memungkinkan analisis data yang lebih mendalam dan partisipasi publik yang lebih luas, sehingga mengurangi potensi misinformasi yang dapat berujung pada kriminalisasi.
- Adopsi Open Contracting Data Standard (OCDS): IAPI sangat merekomendasikan adopsi dan implementasi penuh Open Contracting Data Standard (OCDS). OCDS adalah skema data global yang memungkinkan publikasi data dan dokumen di setiap tahap siklus pengadaan dalam format terstruktur dan machine-readable. Hal ini akan memfasilitasi analisis data yang lebih mudah, pemantauan yang lebih akurat oleh masyarakat sipil dan peneliti, serta identifikasi pola atau risiko anomali secara sistematis, yang pada gilirannya dapat mengarahkan pengawasan pada area yang tepat daripada menyasar seluruh aspek secara sporadis.
- Penyediaan API (Application Programming Interface): Selain menyediakan data dalam format terbuka, penyediaan API untuk akses programatik ke data pengadaan publik (seperti RUP, daftar pemenang, ringkasan kontrak, KPI pengadaan) akan menjadi langkah maju yang signifikan. API memungkinkan pengembang pihak ketiga, akademisi, atau jurnalis data untuk membangun aplikasi, dasbor, atau alat analisis mereka sendiri. Hal ini memperluas jangkauan dan kegunaan data secara eksponensial, mendorong inovasi, dan memungkinkan diseminasi informasi yang lebih luas dan interaktif.
- Visualisasi Data Interaktif: LKPP dapat mengembangkan dasbor atau portal visualisasi data interaktif yang dapat diakses publik. Daripada hanya menyajikan data dalam bentuk tabel statis, visualisasi akan mempermudah masyarakat umum untuk memahami informasi pengadaan yang kompleks, tren, dan alokasi anggaran dengan lebih intuitif. Ini akan mengurangi risiko salah interpretasi data dan mendorong diskusi yang lebih terinformasi.
Rekomendasi IAPI
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) merupakan sektor krusial yang menopang pembangunan dan pelayanan publik. Transparansi dan akuntabilitas adalah fondasi mutlak bagi tata kelola pemerintahan yang baik, memastikan setiap rupiah anggaran negara digunakan secara efektif dan efisien. Akan tetapi, implementasi prinsip-prinsip ini harus berjalan beriringan dengan adanya kepastian hukum dan perlindungan yang memadai bagi setiap pelaku pengadaan, baik dari unsur pemerintah maupun penyedia.
Fenomena kriminalisasi yang tidak berdasar, yang seringkali dipicu oleh perbedaan interpretasi atau kesalahan administratif semata tanpa adanya niat jahat, telah menjadi bayang-bayang yang menghambat efisiensi dan inovasi dalam ekosistem PBJP di Indonesia.
Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) menegaskan bahwa keseimbangan ini adalah kunci. Transparansi yang berlebihan atau tanpa konteks yang memadai, justru dapat menciptakan iklim ketakutan yang mengikis profesionalisme dan partisipasi. Sebaliknya, transparansi yang cerdas—yang membuka informasi esensial untuk pengawasan publik sambil melindungi data sensitif dan memberikan kepastian hukum—akan mendorong akuntabilitas yang sehat dan memupuk ekosistem pengadaan yang konstruktif dan berkelanjutan.
Dalam rangka mencapai keseimbangan yang optimal ini, IAPI menyampaikan sejumlah rekomendasi kunci kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan seluruh pemangku kepentingan terkait:
- Optimalisasi Klasifikasi DIP dan DIK dengan Mempertimbangkan Risiko Kriminalisasi. Revisi dan penyempurnaan Daftar Informasi Publik (DIP) dan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) adalah langkah pertama yang fundamental. Hal ini mencakup perumusan definisi yang lebih presisi mengenai batas akhir “proses pemilihan berlangsung” untuk dokumen-dokumen yang dikecualikan , serta standarisasi dan justifikasi yang jelas untuk jangka waktu pengecualian informasi. Penting pula untuk membatasi detail HPS yang dipublikasikan pada level agregat guna menghindari misinterpretasi. Kertas kerja evaluasi internal harus tetap dikecualikan, dengan fokus pada publikasi Berita Acara Hasil Pemilihan Penyedia yang ringkas dan objektif. Terakhir, dokumen kontrak yang didanai publik seharusnya terbuka penuh, namun dengan redaksi proporsional pada informasi yang secara sah dikecualikan. Penambahan informasi yang bersifat konstruktif ke dalam DIP, seperti ringkasan laporan pengawasan internal yang telah final, analisis pasar, ringkasan evaluasi kinerja kontrak penyedia, pedoman internal non-rahasia jabatan, indikator kinerja utama (KPI) pengadaan, peta jalan reformasi pengadaan, kebijakan anti-korupsi, dan daftar sanksi/daftar hitam penyedia beserta alasannya, akan memperkaya transparansi tanpa menambah risiko kriminalisasi.
- Pemanfaatan Teknologi Data Terbuka untuk Transparansi yang Lebih Cerdas dan Terukur. LKPP didorong untuk proaktif dalam mengadopsi dan mengimplementasikan Open Contracting Data Standard (OCDS). Penerapan OCDS akan memungkinkan publikasi data pengadaan dalam format terstruktur dan machine-readable, memfasilitasi analisis yang lebih mudah dan akurat oleh berbagai pihak. Selain itu, penyediaan Application Programming Interface (API) akan membuka pintu bagi pengembangan aplikasi dan dasbor interaktif oleh pihak ketiga, sehingga informasi pengadaan dapat diakses dan divisualisasikan secara lebih luas dan mudah dipahami oleh masyarakat. Pendekatan berbasis teknologi ini akan meningkatkan efisiensi transparansi dan mengurangi potensi misinformasi.
- Penguatan Kapasitas dan Koordinasi Antar Lembaga untuk Menciptakan Ekosistem Pengadaan yang Konstruktif dan Kondusif bagi Semua Pihak. Diperlukan adanya upaya sistematis untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas seluruh aktor pengadaan serta menyamakan persepsi antar lembaga penegak hukum. Rekomendasi mencakup pengembangan pedoman redaksi yang spesifik dan konsisten untuk seluruh dokumen pengadaan. Pembentukan forum regulasi dan kajian bersama yang melibatkan Komisi Informasi, Aparat Penegak Hukum, akademisi, dan asosiasi profesi, sangat esensial untuk menyamakan persepsi mengenai batasan ranah administrasi dan pidana dalam PBJP. Edukasi dan sosialisasi berkelanjutan, baik kepada publik mengenai kompleksitas pengadaan maupun kepada PPID dan aktor pengadaan tentang prinsip hukum keterbukaan informasi dan mitigasi risiko hukum, juga sangat krusial. Terakhir, penekanan batasan ranah administrasi versus pidana harus menjadi prioritas, dengan mendorong penegakan hukum yang berfokus pada niat jahat dan kerugian negara yang nyata, bukan semata-mata kesalahan prosedur administratif. Langkah-langkah ini akan menciptakan lingkungan yang memberikan kepastian hukum, mendorong profesionalisme, dan pada akhirnya, mendukung terwujudnya pengadaan yang bersih dan efisien demi kepentingan bangsa.

